-->

Selasa, 18 Agustus 2015


Gambar di atas bukan bulatan bakso, bukan pula siomay, melainkan sepiring kue apam yang saya buat pada weekend yang lalu. Mungkin ini pertama kalinya anda melihat kue apam berwarna 'abu-abu bakso' karena biasanya kue tradisional ini hadir dengan warna-warni yang semarak seperti merah, pink, hijau atau putih. Ini gara-garanya pada hari Sabtu kemarin, saya melakukan eksperimen pertama kali dengan bunga biru bernama kembang telang. Sejujurnya, walau sudah lama tahu mengenai manfaat bunga ini sebagai natural food coloring, namun baru kemarin saya memperoleh kesempatan untuk mempraktekkannya. Alasannya, di kota besar seperti Jakarta, tanaman ini cukup sulit ditemui. 

Jadi ketika dalam perjalanan ke rumah Pete, saat mata saya bertatapan dengan semak kembang telang yang rimbun dan sarat dengan bunganya yang biru tumbuh di tepian jalan, maka saya pun seperti mendapatkan durian runtuh. Tidak menyia-nyiakan kesempatan tersebut, bersama Heni, saya mengumpulkan sekitar segenggam kembang yang telah mekar. Pohon itu melilit di sebatang tanaman mengkudu yang cukup tinggi, jadi sebagian besar tajuk yang sarat dengan bunga sulit untuk diraih. Seorang satpam dan beberapa pengendara motor, menatap kami dengan rasa ingin tahu tapi saya tidak peduli. Fokus, fokus, dan lupakan budaya malu, oceh saya ke Heni yang sepanjang proses 'panen' terus cekikikan tanpa henti. 

Kembang Telang, Si Pemberi Warna Biru Alami [1]


Setiba di rumah, bunga lantas saya bungkus dengan sehelai kertas tissue dan simpan di kulkas. Pikir saya, besok saja saya akan menggunakannya sebagai bahan pewarna di kue apam dan mulai ber-browsing ria membaca informasi cara membuat ekstrak bunga di internet. Ternyata, rata-rata artikel yang saya baca menggunakan banyak kuntum bunga untuk menghasilkan ekstrak dengan warna yang kuat di makanan. Jadi, Ayo kita kembali ke sana lagi Hen, bunganya kurang banyak. Mendengar komando saya, Heni pun terbahak. Berdua kami pun lantas berjalan lagi ke sesemakan di tepi jalan, kali ini saya menenteng sebuah tas besar. Bukan karena saya hendak merontokkan si pohon hingga ke akar-akarnya, tetapi karena sebuah kamera DSLR besar mendekam disana. Kali ini selain bunganya, maka beberapa gambar tanamannya juga harus diabadikan demi blog tercinta. 

Satpam di seberang jalan kali ini benar-benar melongo melihat kedatangan kami berdua yang hadir dalam tempo sesingkat-singkatnya. Sambil duduk di sebuah kursi merah, matanya menatap ingin tahu aktifitas kami yang sibuk meraih ranting-ranting tertinggi demi mengumpulkan bunga sebanyak-banyaknya. Saya pun mengambil beberapa buahnya yang telah kering kecoklatan untuk ditanam di halaman rumah Pete. Itu bunganya yang diatas banyak banget Bu, tapi susah ngambilnya, kata Heni menatap penuh sesal ke gerombolan bunga di ujung pohon mengkudu. Lupakan Hen, ini sudah cukup banyak. Kalau kita kembali lagi sambil membawa tangga lipat, bisa pingsan itu Pak Satpam, dan kami berdua terbahak-bahak membayangkannya.

Mission accomplished. Finally! Pikir saya sambil menatap penuh suka cita tebaran bunga telang di permukaan meja dapur, dan sifat kikir pun tiba. Sayang juga kalau semua bunga dipakai. Hmm, terlalu berlebihan hanya untuk mewarnai adonan apam yang tidak banyak. Lagipula masih banyak resep-resep lain yang ingin dicoba dengan menggunakan kembang ini bukan? Bagaimana jika semak-semak di tepi jalan itu habis dibabat? Bisa lenyaplah sumber pewarna biru ini, padahal nasi kerabu dan pulut tai tai belum dibuat. Pikiran-pikiran itu berkecamuk di dalam kepala saya dan sebagian terucapkan juga di bibir, membuat Heni berkomentar, Tapi kan nanti kita bisa panen kembang dari tanaman sendiri Bu, Heni sudah tanam bijinya di pot di halaman. Iya kalau tumbuh? Kalau KO? Akhirnya saya pun hanya menggunakan sekitar 60 buah kuntum bunga dari ratusan bunga yang bertebaran di meja. Sisanya saya angin-anginkan di dapur supaya kering, untuk next project. 

Heni pun menghancurkan bunga dengan menggunakan sendok hingga air berubah menjadi berwarna biru gelap. Melihat warnanya yang biru gelap, sebiru batu sapphire dengan kualitas yang terbaik, saya pun yakin pewarna alami ini akan bekerja maksimal di adonan apam yang saya persiapkan.

Tapi mimpi, tinggal mimpi, tatkala ekstrak bunga saya blender bersama nasi dan bahan lainnya, warna biru itu mendadak lenyap dan berubah menjadi abu-abu gelap. Dan kala telah diaduk bersama tepung, abu-abu gelap pun berubah menjadi abu-abu bakso, membuat saya melolong penuh sesal mengapa tidak menggunakan semangkuk bunga sekaligus. Mungkin nanti setelah dikukus warnanya baru muncul Bu, Heni yang positif dan optimis memberikan semangat. Walau merasa pesimis, namun saya enggan juga menambahkan pewarna biru sintetis ke dalam adonan.  Ini percobaan pertama dan saya ingin tahu dengan hasilnya, jadi mungkin nanti di next trial baru saya akan merubah porsinya. Nah pada saat itu, saya sudah harus memiliki kuntum bunga telang kering sebanyak-banyaknya. 

Sebenarnya kalau dilihat secara langsung, bukan dari hasil jepretan kamera, kue apam ini berwarna 'sedikit' kebiruan. Ah, anda tetap tidak percaya? Oke mungkin tidak sebiru rok seragam SMP, tapi masih ada jejak biru disana. Sayangnya setelah dipotret dengan berbagai sudut, berbagai background, berbagai piring, dan berbagai posisi letak piring, tetap saja hasilnya adalah si apam abu-abu.


Lupakan dengan warnanya, sekarang ke proses pembuatan adonan dan hasilnya. Prosesnya sangat mudah. Dulu Alm. Nenek di Paron, selalu membuat apam jenis ini ketika acara kendurian tiba. Tentu saja dengan menggunakan pewarna makanan sintetis, dan pink adalah warna kesukaan beliau. Selain itu Mbah Wedhok, begitu saya biasa memanggil beliau, tidak menggunakan baking powder dan ragi instan, melainkan air kelapa. Adonan kue apam biasanya dibuat pada pagi hari dan baru bisa dicetak dan dikukus pada siang hari, karena adonan harus dijemur terlebih dahulu dan memberikan kesempatan ragi alami yang terkandung di dalam air kelapa bekerja secara perlahan. Pada siang harinya, adonan akan terlihat berbusa dan mengembang. Sekitar 90% kue apam yang dibuat selalu sukses namun terkadang terasa asam karena Mbah Wedhok lupa dengan adonan yang dijemur di atap rumah, membuat proses fermentasi menjadi berlebihan. 

Untuk apam kali ini, anda tidak perlu menjemurnya, cukup mendiamkannya saja di meja dapur pada suhu ruang minimal 3 jam. Hingga adonan tampak mengeluarkan busa yang banyak dan bersarang kala disibak menggunakan spatula.


Adonan yang telah jadi ini siap anda kukus di dandang yang telah dipanaskan terlebih dahulu. Saya menggunakan cetakan kue lumpang terbuat dari plastik, hasil perburuan di pasar blok A. Anda bisa menggunakan cetakan lainnya, misalnya saja cetakan kue putri ayu yang lebih cantik bentuknya. Jangan lupa untuk mengolesi cetakan dengan minyak goreng agar adonan tidak lengket. Untuk teksturnya, kue ini empuk, lembut namun sedikit lengket di gigi kala dikunyah. Mungkin karena efek tepung terigu yang saya tambahkan, dulu nenek saya hanya menggunakan tepung beras dan nasi saja, dan apam buatannya terasa sedap kala masih hangat namun sekeras sandal jepit ketika telah mendingin. Tak ingin mengulangi resep yang sama maka saya sedikit memodifikasinya. Hasilnya kue tetap lembut walau telah dimasukkan ke dalam kulkas sekalipun. 

Berikut resep dan prosesnya ya. 


Kue Apam Abu-Abu Kembang Telang

- 150 gram nasi putih

- 125 ml air ekstrak kembang telang dari sekitar 100 kuntum bunga

- 80 ml santan kental instan
- 125 gram gula pasir
- 1/4 sendok teh garam
- 100 gram tepung terigu protein sedang/serba guna
- 100 gram tepung beras
- 1/2 sendok teh ragi instan, pastikan masih aktif dan cek tanggal kedaluarsanya
- 1/2 sendok teh baking powder double acting
- 100 gram kelapa muda parut, optional

Cara membuat:
Menyiapkan ekstrak kembang telang


Siapkan kuntum bunga telang (baca cerita pengantar saya diatas mengenai eksperimen saya mengenai hal ini). Saya menggunakan sekitar 60 kuntum bunga dan 150 ml air, namun warna kue tidak maksimal. Saran saya, anda harus menggunakan banyak kuntum bunga untuk membuat warna kue benar-benar menjadi biru. Mungkin sekitar 100 lebih kuntum bunga. 

Pisahkan kelopak birunya dengan pangkal bunga yang hijau. Gunakan hanya kelopak  birunya saja karena bagian pangkal bunga yang hijau itu tidak menyumbangkan warna biru. 

Masukkan bunga ke dalam mangkuk, tambahkan air sebanyak 150 ml dan tekan-tekan bunga dengan punggung sendok hingga hancur dan air menjadi benar-benar biru. Bunga yang telah hancur akan kehilangan warnanya dan menjadi pucat. Saring bunga, buang ampasnya dan gunakan air ekstraknya. 

Anda bisa juga menggunakan bunga kering, cukup rebus bunga hingga air rebusannya menjadi biru dan bunga kehilangan warnanya. Kemudian saring.

Membuat adonan kue apam

Siapkan blender, masukkan nasi, gula, ekstrak bunga, garam dan santan. Proses hingga menjadi adonan yang smooth. Sisihkan. 

Siapkan mangkuk, masukkan bahan kering (tepung terigu, tepung beras, ragi instan dan baking powder), aduk hingga rata. 

Tuangkan blenderan nasi dan kembang telang ke campuran tepung, aduk rata perlahan dengan spatula hingga tercampur dengan baik. Masukkan kelapa parut, aduk rata. Diamkan adonan di suhu ruang biasa, selama minimal 3 jam, hingga adonan tampak mengembang dan membentuk busa dan gelembung udara yang banyak.

Siapkan dandang kukusan, beri air dan panaskan hingga benar-benar panas. Bungkus penutup dandang dengan kain bersih yang mampu menyerap air. Olesi permukaan cetakan kue lumpang dengan minyak.

Jika adonan sudah tampak berbusa dan bersarang, tuangkan adonan ke cetakan kue dengan tinggi 3/4 tinggi cetakan. Kukus selama 15 menit,  keluarkan dari kukusan dan lepasakan kue dari cetakan. 

Kue apam sedap disatantap bersama kelapa muda yang diparut. Yummy!

References

  1. ^ Kembang Telang, Si Pemberi Warna Biru Alami (www.justtryandtaste.com)

Source : http://www.justtryandtaste.com/2015/01/kue-apam-abu-abu-kembang-telang.html
 
Sponsored Links