-->

Kamis, 05 November 2015


Anda tahu berapa kali saya harus membuat martabak manis ini hingga akhirnya berhasil mendapatkan martabak yang saya inginkan? Lima kali. Yep, lima kali saya telah membuatnya dan baru kali ke lima lah saya puas dengan hasilnya. Lembut, bersarang dan empuk. Kali pertama saya membuatnya, walaupun hasilnya tidak bisa dibilang bantat, namun kurang bersarang dan lembut. Resepnya bisa anda klik ink-1>disini[1]. Percobaan kedua, martabak justru bantat total, tidak bersarang sama sekali dan tentu saja berakhir di tempat sampah. Martabak ketiga, sedikit bersarang tetapi karena terlalu tebal maka ketika bagian dasarnya telah gosong, permukaannya belum matang, rasanya sama sekali bahkan tidak seperti martabak, yang ini juga mendarat di tempat sampah. 

Setelah percobaan ketiga yang gagal, saya lantas berhenti sejenak untuk menarik nafas dan mencari strategi lainnya. Saya tahu resep martabak manis satu dan lainnya hampir sama, namun saya yakin pasti ada tips dan trick pada proses pembuatannya  yang menjadikannya berhasil atau justru gagal yang tiba. Iseng-iseng saya bertanya ke teman saya, Chanti di Aceh yang  jago membuat kue, melalui email. Jawabannya membuat saya bersemangat untuk kembali mencoba trial keempat dan kelima. Anda ingin tahu hasilnya? Yuk lanjut! ^_^


Walaupun martabak manis bukan makanan mahal dan mudah ditemui di sepanjang jalan, namun membuatnya sendiri seakan menjadi tantangan tersendiri. Apalagi bahannya sangat mudah diperoleh dan terjangkau harganya. Karena itu tidak heran banyak sekali di antara kita yang penasaran sekali bagaimana proses pembuatannya, tantangan terbesar membuat makanan ini adalah teksturnya yang harus bersarang. Beberapa teman bertanya di fan page Facebook JTT, apakah saya mempunyai resep martabak manis? Dengan sedikit putus asa saya terpaksa katakan saya memiliki banyak resepnya tetapi tidak ada satupun yang mampu menghasilkan lubang-lubang mungil kala dipanggang dan semua sepertinya memiliki masalah yang sama. Saat saya membaca instruksi pembuatan di email Chanti, saya jadi tahu bagian mana yang terpenting dalam pembuatan martabak manis ini. Idenya, ragi harus bekerja dengan sangat efektif sekali dan maksimal dalam menghasilkan gas karbondioksida. Gas yang terbentuk harus sangat banyak di adonan, karena gas-gas inilah yang nantinya akan terlepas saat adonan dipanggang dan meninggalkan jejak seperti lorong, membuat martabak menjadi berlubang-lubang atau bersarang. 
Chanti menyarankan untuk menjemur adonan biang di bawah terik matahari hingga adonan menjadi berbusa-busa. Cara ini membuat saya teringat dengan almarhum nenek saya di Paron, yang selalu menjemur adonan kue apam kala musim kendurian tiba. Saat itu saya masih kecil sekali dan sama sekali tidak tahu proses kimia dibalik itu dan tidak ada yang bisa menjelaskan apa alasannya, hanya jawaban bahwa kue akan mengembang jika adonan di jemur. Nah adonan biang ini terdiri atas santan, ragi, gula dan tepung. Saya sudah menyiapkan santan yang banyak dari dua butir kelapa tua, insting saya mengatakan percobaan kali ini tidak akan mulus hanya dalam satu kali trial saja. Chanti menyarankan adonan biang hanya menggunakan santan hangat, ragi dan gula saja. Walau instruksinya sangat lengkap namun ada satu hal yang lupa saya tanyakan, yaitu kekentalan santan yang digunakan. Kentalkah? Sedangkah? Atau encerkah? Saya lantas menggunakan santan yang agak kental dengan asumsi jika santan makin kental maka rasa martabak akan makin lezat bukan?


Santan lantas saya rebus hingga mendidih dan didiamkan hingga hangat suam-suam kuku. Karena saya menggunakan 1/4 resep yang diberikan maka takaran raginya adalah 1 sendok makan yang menurut saya terlalu banyak untuk 250 gram tepung terigu. Saya lantas kurangi menjadi 2 sendok teh ragi. Perlu anda ketahui saya menggunakan sendok takar khusus untuk baking dimana takaran 1 sendok makannya sangat banyak. Ragi lantas saya masukkan ke dalam santan hangat bersama dengan 1 sendok makan gula pasir dan olala.... ragi menjadi bergumpal-gumpal susah untuk dilarutkan. Seharusnya ragi di haluskan dulu di mangkuk terpisah dengan 3 sendok makan santan, setelah larut baru dicampurkan ke dalam sisa santan. Dengan cara ini ragi menjadi larut dengan sempurna. Sedikit bersusah payah saya akhirnya berhasil juga membuat ragi menjadi larut. Sesuai instruksi Chanti, maka larutan ragi yang disebut biang ini harus di jemur di bawah terik matahari selama 10 - 15 menit atau hingga terbentuk busa yang banyak. Cara ini disebut Chanti sebagai cara instan karena mempercepat proses ragi bekerja. 

Wokeh, 15 menit dijemur, adonan biang mulai terlihat berbusa dan saat spatula saya masukkan ke dalamnya tampak gelembung-gelembung udara yang banyak di dalamnya. Sebenarnya ketika larutan biang saya campur dengan bahan lainnya saya sudah curiga, adonan yang terbentuk pekat dan kental. Tidak terpikir untuk membandingkannya dengan adonan martabak abang-abang di pinggir jalan yang encer, saya justru teringat dengan adonan pancake yang juga kental dan pekat, jadi saya pikir pastilah aman-aman saja. Chanti mengatakan adonan bisa langsung dipanggang di loyang tanpa didiamkan kembali sebagaimana adonan martabak umumnya.  

Lebih dari separuh adonan lantas saya tuangkan ke dalam loyang penggorengan dan proses pemanggangan dimulai. Saat adonan dipangganglah saya baru tersadar bahwa adonan terlalu berat sehingga membuat gelembung-gelembung gas yang sebenarnya  sangat banyak terbentuk tidak bisa mencapai permukaan adonan. Selain itu saya menuangkan adonan terlalu banyak dan karena teksturnya yang pekat membuat adonan menjadi sangat tebal di bagian tengah. Akibatnya walau sudah dipanggang sangat lama dan bagian bawah martabak mulai kecoklatan, namun permukaannya masih basah dan belum matang. Alhasil martabak terpaksa saya angkat dan hasilnya adalah martabak dengan tekstur menyerupai dodol. Seketika, saat itu juga saya pun mengatai diri sendiri dengan kata dodol.  ^_^


Walau sisa adonan masih separuh saya sudah tidak bersemangat untuk memanggangnya lagi dan mulai mengevaluasi permasalahannya. 
  1. Sepertinya santan terlalu kental jadi saya percobaan berikutnya saya akan pakai santan dengan kekentalan sedang saja; 
  2. Selain itu takaran ragi yang dipakai terlalu sedikit jadi  saya harus kembali ke takaran awal sesuai resep Chanti yaitu 1 sendok makan. Tepung terigu juga sedikit saya kurangi dan telur saya tambahkan, walaupun sepertinya bagian yang terakhir tidak terlalu berpengaruh asalkan cairan di adonan cukup;
  3. Adonan biang harus dijemur agak lama hingga busanya lebih banyak;
  4. Adonan yang telah tercampur tepung dan telur dijemur kembali sekitar 15 menit agar gas lebih banyak terbentuk. 
  5. Adonan terlalu tebal kala dipanggang, percobaan berikutnya saya akan meratakan adonan dengan punggung sendok sayur hingga menjadi sedikit tipis dan rata seperti yang biasa dilakukan oleh abang penjual martabak; 
Tanpa membuang waktu saya pun lanjut membuat trial kelima dengan tips-tips yang saya tuliskan di atas dan kali ini: berhasil! Resep dan proses pembuatannya di bawah ya. Selamat mencoba! ^_^ 

Tidak lupa saya ucapkan many, many thanks untuk sahabat baik saya, Chanti,  yang selalu sabar menulis resep dan tips untuk sahabatnya yang rada-rada pemalas dan sembrono ini. ^_^



Martabak Manis a la Chanti
Resep diadaptasikan dari Chanti Moulesa, Aceh - Martabak Bangka

Untuk 2 loyang ukuran 20 cm

Bahan biang:

- 400 - 450 ml santan dengan kekentalan sedang, jika adonan terlalu kental tambahkan porsi santan maksimal sampai 450 ml
- 2 sendok makan gula pasir

- 1 sendok makan ragi instan, pastikan ragi masih fresh dan tidak kedaluarsa


Bahan lainnya:

- 220 - 250  gram tepung terigu serba guna/protein sedang

- 3 butir telur ukuran kecil (2 butir jika ukuran sedang/besar), kocok lepas
- 1/2 sendok teh garam

Topping:

- coklat meses, sesuai selera 
- susu kental manis coklat, sesuai selera
- keju parut, sesuai selera

Cara membuat:

Siapkan panci kecil, masukkan santan, masak hingga santan mendidih sambil diaduk-aduk agar santan tidak pecah. Angkat dari kompor. Tambahkan gula pasir, aduk hingga rata. Biarkan hingga santan menjadi hangat suam-suam kuku. Masukkan ujung jari anda untuk mengetes, jika nyaman berarti santan telah cukup hangatnya. 

Ambil sekitar 3 sendok makan santan tuangkan ke mangkuk kecil, tambahkan ragi, aduk hingga ragi tercampur dan larut. Masukkan larutan ragi ke dalam santan di panci, aduk rata. 

Note: memasukkan langsung ragi ke santan di panci akan membuat ragi menggumpal-gumpal dan susah untuk dilarutkan. 

Tutup panci dengan plastik wrap atau alat apapun yang bisa anda gunakan untuk menutup. Jemur panci berisi santan beragi di panas matahari, jika panas sangat terik cukup dijemur 10 - 15 menit tapi jika tidak terlalu panas jemur selama 20 menit atau hingga busa/buih muncul di permukaan larutan santan. 

Note: jangan menjemur terlalu lama, jika busa telah memenuhi permukaan santan segera singkirkan. Terlalu lama akan membuat santan menjadi asam. 

Siapkan mangkuk, masukkan terigu, santan, dan kocokan telur. Aduk hingga rata. Supaya hasil adonan halus, saring menggunakan saringan kawat. Jemur adonan selama 15 menit di terik matahari sampai adonan mengeluarkan busa yang sangat banyak, adonan tampak berlubang-lubang dan jika adonan disendok dengan spatula maka tampak gelembung-gelembung udara di dalam adonan. Angkat adonan. 

Note: adonan yang terbentuk kembang, ringan dan memiliki gelembung-gelembung yang banyak saat anda sendokkan spatula ke dalamnya. Jika ragi anda aktif, anda pasti bisa melihat perbedaan adonan sebelum dan sesudah dijemur. Jika belum terbentuk kondisi seperti ini jemur kembali adonan. Jika setelah anda jemur dalam waktu lama kondisi ini belum terbentuk juga, cek ragi yang anda gunakan, kemungkinan ragi kurang aktif. Terlalu lama menjemur akan membuat adonan menjadi asam. 

Siapkan penggorengan datar anti lengket, saya menggunakan diameter 20 cm. Olesi permukaannya dengan margarine. Panaskan hingga pan benar-benar panas. Tuangkan 1/2 adonan ke atas permukaan pan, dengan menggunakan punggung sendok sayur ratakan permukaan adonan merata keseluruh permukaan penggorengan, biarkan sebagian menempel di dinding wajan, karena saat telah matang dan mengering akan membuat tampilan martabak terlihat cantik seperti yang umum dijual di pedagang martabak.

Kecilkan api. Tutup pan dan masak hingga martabak matang dengan menggunakan api yang sangat kecil.

Note: adonan yang terlalu tebal akan membuat martabak tidak rata matangnya dan api yang terlalu besar akan membuat martabak gosong di dasar tetapi tidak matang di bagian tengah dan permukaanya. Martabak akan menjadi bantat.


Jika permukaan martabak telah mengering, warna adonan berubah menjadi putih kekuningan, saat disentuh akan terasa elastis dan bagian tepi martabak mulai mengering, kecoklatan dan terlepas dengan sendirinya dari pan, maka matikan api kompor. Angkat penggorengan dari kompor. 
Dalam kondisi masih panas, tekuk martabak perlahan dengan spatula hingga menjadi bentuk setengah lingkaran. Jika martabak terlalu tebal maka saat ditekuk tidak akan lemas dan robek dibagian tengahnya. 

Buka kembali tekukan martabak, taburi dengan 1 sendok makan gula pasir, keju cheddar parut sebanyak yang anda suka. Saya suka martabak dengan keju yang banyak, jadi 1/2 kotak keju saya pakai untuk satu loyang martabak. Taburi dengan coklat meses dan terakhir siram dengan susu kental manis coklat.

Tekuk kembali martabak, potong-potong sesuai selera dan siap disantap. Nyammm! Yummy!

Source:

Chanti Moulesa, Aceh - Martabak Bangka

 

References

  1. ^ disini (www.justtryandtaste.com)

Source : http://www.justtryandtaste.com/2013/03/resep-pembaca-jtt-martabak-manis-la.html
 
Sponsored Links