-->

Minggu, 22 Mei 2016


Saya dan Tedy punya satu aktifitas yang baru kami mulai Sabtu kemarin. Les renang! Yep! Saya tidak akan bergeming walau seandainya anda tertawa terbahak-bahak membacanya karena berbekal motivasi tinggi bahwa tahun 2012 harus hidup lebih sehat maka kami pun akan tetap maju terus pantang mundur. ^_^ Dalam keluarga inti saya tidak ada satupun yang bisa berenang, kecuali mungkin Alm. Bapak dan sejak kecil tidak ada satupun dari kami yang benar-benar belajar berenang kecuali mungkin saat masih kecil saya suka sekali mandi di sungai di dekat rumah dan tiba di rumah dengan muka pucat dan jantung dag-dig-dug. Bagaimana tidak? Bapak saya telah menanti di depan pintu rumah dengan tatapan angker dan sebuah ikat pinggang tentara yang super besar.

Mata pelajaran olah raga di SMP memang memasukkan renang di salah satu kurikulumnya namun yang teringat di benak saya hanya perintah Bapak Guru untuk berlatih gerakan meluncur tanpa diberitahu teknik meluncur yang benar seperti apa. Alhasil baru meluncur dua meter badan pun sudah tenggelam. Hal lain yang saya ingat adalah 'bermain' di kolam renang membuat perut terasa luar biasa lapar sehingga ketika pelajaran ini usai yang saya ingat hanya jajaran gerobak abang-abang penjual gorengan, mie ayam dan bakso yang banyak mangkal di sepanjang jalan menuju kolam renang. Intinya, setua ini kami tidak bisa berenang sama sekali dan baru sekarang saya termotivasi untuk memulainya. So, better late than never! 


Ketika ide belajar renang tercetus, saya tidak lantas langsung memulainya. Semua saya awali dulu dengan mencari teman sependeritaan yang sama-sama hanya tahu gaya botol di dalam kolam. Korbannya tentu saja adalah adik saya, Tedy. Dimulai dengan mengajukan proposal yang berisi manfaat berenang, alternatif sekolah renang plus biayanya dan tentu saja review dari mereka yang pernah mempunyai pengalaman berlatih di sekolah renang tersebut, kamipun kemudian bersama-sama membahas kelebihan dan kekurangan masing-masing. Diskusi dan debat dengan Tedy seringkali melelahkan otak saya dan ujungnya saya menjadi naik darah sendiri. Saya memilih dilatih instruktur agar gerakan renangnya baik dan aman dari cedera sementara adik saya sibuk memberikan opsi gratisan dengan memberdayakan orang-orang di sekitar untuk mengajari kami. Akhirnya dengan kesal saya pun memberikan ultimatum, Ya sudah biayanya aku yang cover. Mau atau nggak? Kalau nggak aku les sendiri, barulah saya mendapatkan partner berlatih yang tidak banyak cing-cong lagi. 


Well, sekolah renang yang kami pilih letaknya tidak terlalu jauh dari rumah, di daerah Ragunan, biayanya terjangkau dan memiliki kolam renang sendiri. Walau memiliki kulit muka tebal tapi terus terang kami malu juga jika harus berlatih menggunakan kolam renang umum. Di website sekolah renang yang kami tuju ini, jelas-jelas tertera jika sekolah  ini khusus untuk anak-anak, hanya saja instrukturnya bersedia melatih dua manusia dewasa seperti kami. Jadi di hari Sabtu yang diguyur hujan sejak pagi, di pukul setengah dua siang kamipun berjalan ke arah Ragunan dan tersasar hingga kemana-mana. Kami baru sampai di lokasi pukul setengah tiga. Hari ini hanya setengah jam saja ya, karena jam tiga sudah ada kelas berikutnya, pemberitahuan dari si instruktur membuat saya kagum juga, sekolah ini walau kecil namun schedule-nya padat. Jauh-jauh datang, tersasar dan hujan, setengah jam bagi kami bukan masalah. Okeh! Ayo langsung mulai saja, argonya jalan neh, kata Tedy bersemangat. Setelah berganti baju kamipun menceburkan diri ke kolam. Setengah jam berlalu sangat cepat dan hanya diisi dengan saya yang tertawa terbahak-bahak menyaksikan kami berdua yang berlatih gerakan meluncur dan gerakan kaki dengan menggunakan papan luncur. Bagaimana tidak? Kami menggerakkan kaki sekuat tenaga berharap bisa mencapai seberang dengan cepat namun yang terjadi hanya gerakan di tempat tanpa posisi tubuh bergeser semeterpun.

Setengah jam pun usai dan mulailah berdatangan murid-murid di kelas berikutnya. Bocah-bocah kecil usia enam hingga sepuluh tahun yang datang diantar oleh orang tua mereka. Tatapan heran dan takjub di mata mereka tidak membuat kami gentar. Kepalang basah, pikir saya, kami pun lanjut mempraktekkan gerakan meluncur di setengah jam berikutnya tanpa dibantu instruktur. Di akhir sesi hari pertama ini, sementara di sekitar kami bersliweran anak-anak kecil yang berenang lincah bagaikan dolphin mempraktekkan gaya punggung, kami, dua ekor kuda nil, sibuk dengan papan luncur yang sering tenggelam terkena beban saya dan Tedy, mempraktekkan gaya meluncur sesekali gerakan kaki dengan gaya gajah panik yang tercebur ke dalam air. Bisa anda bayangkan sendiri kan ya? 

Hari pertama yang menurut saya berjalan mulus ini ternyata diakhiri dengan Tedy yang terpeleset di kamar mandi saat berganti pakaian. Suara jatuh adik saya yang seberat 110 kg membuat saya yang berada di kamar mandi kaget bukan kepalang, sementara di luar instruktur berteriak panik. Satu luka di tangan kanan yang memerlukan perawatan dokter membuat latihan renang sesi kedua yang harusnya jatuh di Minggu sore tertunda hingga Sabtu depan lagi. Hehh... (keluh). Pulang dari latihan renang dengan perut lapar dan badan pegal-pegal maka isi kepala kami berdua hanyalah mengisi perut. Sementara Tedy ke dokter umum yang praktek di sebelah rumah Pete, saya pun beraksi di dapur membuat cap cay sayuran dan perkedel tempe yang yummy ini. Hidup sehat, selain dengan olah raga juga harus diimbangi dengan makanan yang sehat bukan? Berikut resepnya ya. ^_^

Cap Cay Sayuran & Perkedel Tempe

Resep hasil modifikasi sendiri

Bahan:

- 100 gram dada ayam tanpa kulit iris tipis

- 3 buah otak-otak ikan, iris tipis

- 5 batang daun sawi hijau/caisim, potong-potong dengan panjang 5 cm. Pisahkan bagian batang dengan daunnya.

- 3 lembar sawi putih, potong kotak sepanjang 5 cm. Pisahkan bagian batang dengan daunnya

- 1 ketimun kecil, belah dua memanjang kemudian iris melintang setebal 1 cm

- 2 batang daun bawang, iris serong tipis

- 1 buah wortel, iris tipis

- 100 ml air

- 1 sendok makan tepung maizena larutkan dengan 3 sendok makan air

Bumbu:

- 3 butir bawang putih, cincang halus
- 2 ruas jahe, cincang halus 
- 1 sendok teh merica bubuk

- 1 sendok teh kaldu bubuk

- 1 sendok teh garam

- 1 sendok makan kecap ikan

- 1 sendok teh minyak wijen
- 1 sendok makan minyak untuk menumis

Bahan & bumbu perkedel tempe:

- 200 gram tempe

- 50 gram tepung roti/tepung panir

- 25 gram tepung terigu serba guna

- 1 butir telur, kocok lepas

- 1 sendok makan bumbu kari bubuk siap pakai

- 1 batang daun bawang rajang halus

- 1 sendok teh merica bubuk

- 2 siung bawang putih, haluskan

- 1/2 sendok teh kaldu bubuk

- 1 sendok teh garam
- Minyak untuk menggoreng

Cara membuat:
Membuat cap cay


Siapkan wajan, beri minyak dan panaskan. Tumis bawang putih dan jahe hingga harum, masukkan ayam, aduk-aduk dan masak hingga ayam berubah warna. Tambahkan otak-otak ikan, aduk sebentar.

Masukkan air, merica, kaldu bubuk, kecap ikan, garam dan minyak wijen, aduk rata dan tunggu hingga air mendidih. Masukkan wortel, batang sawi hijau, batang sawi putih, masak hingga setengah empuk. Tambahkan ketimun, daun sawi hijau, daun sawi putih dan daun bawang. Aduk-aduk dan masak hingga semua bahan matang.


Tuangkan larutan maizena, aduk hingga kental. Cicipi rasanya dan angkat. 

Membuat perkedel tempe 


Tumbuk tempe hingga setengah hancur, tidak perlu sampai halus. Masukkan semua bahan lainnya. Aduk rata hingga menjadi adonan yang bisa dibentuk dan dikepal.

Ambil sekitar 1 sendok makan adonan tempe, bentuk bulat pipih seperti piringan kecil dengan diameter 5 cm. Goreng dalam minyak panas hingga permukaannya kuning kecoklatan. Angkat dan tiriskan.

Sajikan nasi putih hangat dengan cap cay dan perkedel tempe. Mantap!


Source : http://www.justtryandtaste.com/2012/01/nasi-putih-dengan-cap-cay-ayam-plus.html
 
Sponsored Links