-->

Jumat, 01 Juli 2016


Tongkol merupakan salah satu jenis ikan kegemaran saya, walau kalau mau jujur hampir semua ikan saya sukai. Kecuali ikan hiu, ini karena otak saya telah sukses tercuci dengan film Jaws yang memang melegenda sehingga sulit rasanya membayangkan harus mengkonsumsi ikan predator ini. Ikan lainnya yang tidak saya sukai adalah ikn>an patin dan ikan lele. Alasannya bukan karena rasanya yang kurang lezat, namun karena saya tidak pernah sukses memasaknya dengan benar sehingga sering kali bau amis ikan masih kuat terasa membuat perut langsung bergolak. 

Nah salah satu masakan ikan tongkol yang saya gemari dan dapat dimasak dalam sekejap adalah tongkol yang direbus di dalam bumbu yang terdiri atas cabai, bawang merah dan bawang putih yang dihaluskan. Bersama air asam, daun salam dan potongan lengkuas, maka tongkol rebus ini terasa luar biasa sedap dan mampu membuat anda menyantap nasi panas berpiring-piring. Selain direbus maka ikan ini juga sedap jika dipanggang sebentar di atas pan dengan balutan sambal dan terbungkus dalam belitan daun pisang seperti yang kali ini saya sajikan. Bersama guyuran sambal air asam yang pedas dan segar saya jamin tidak ada seorang pun yang berani menolaknya! ^_^

Ikan tongkol yang gendut dengan daging yang tebal dan gurih ini memang fleksibel untuk diolah menjadi aneka masakan, ditambah dengan  harganya yang  murah dan selalu tersedia di pasar Blok A membuatnya menjadi ikan andalan saya. Nah kalau bercerita tentang tongkol, ikan ini cukup memberikan cerita suka duka waktu saya kecil. Sejak bayi hingga berusia sekitar 7 tahun saya dan sekeluarga tinggal di Tanjung Pinang, Riau. Kepulauan kecil, kampung halaman Ibu saya ini dikelilingi dengan laut, sehingga tak heran seafood pun melimpah ruah dan murah harganya. Sudah bisa ditebak setiap hari menu sehari-hari kami tak jauh dari ikan, cumi-cumi dan kerang.

Saat kemudian alm. Bapak dipindah tugaskan ke Pulau Jawa maka kami pun tinggal di sebuah desa kecamatan kecil bernama Paron, dimana makanan laut tak pernah merambah kesana. Bisa dibayangkan betapa kangennya kami mencicipi gurihnya ikan segar dan sedapnya cumi-cumi yang dimasak dalam bumbu yang sederhana. Di  pasar memang banyak yang menjual ikan sungai seperti lele, wadher dan kutuk namun lidah saya yang telah terbiasa dengan rasa ikan laut yang lebih sedap, membuat ikan sungai kurang nendang rasanya. Terkadang ada juga pedagang yang menjual pindang ikan tongkol di pasar. Ikan tongkol yang telah direbus dengan garam ini di kemas dalam keranjang bambu kecil bernama besek yang tahan berhari-hari lamanya. Ikan jenis inilah yang kemudian menjadi andalan Ibu saya untuk mengobati rasa kangen kami.


Suatu hari di pasar Paron, ikan tongkol yang dipindang atau di Jakarta biasa disebut ikan cuwe ini tiba-tiba jumlahnya membludak di pasar. Ukurannya lumayan besar dan harganya juga cukup terjangkau. Ibu saya sejak pagi telah membeli beberapa besek ikan dan memasaknya bersama rajangan cabai rawit, tomat hijau dan bawang merah yang banyak. Ikan tumis cabai ini memang masakan andalan keluarga kami karena rasanya yang super delicious dan dijamin mampu menghabiskan nasi panas sebakul. Hari itu, kebetulan jatuh pada hari Minggu, kami pun berpesta pora menyantap ikan yang terasa gurih dengan daging yang masih kenyal, tanda ikan pindang tersebut masih segar.

Wokeh jangan mengira bahwa semua akan berjalan mulus dan indah! Walau rasanya memang mantap namun si pindang ikan tongkol ternyata menimbulkan bencana susulan. Sekitar setengah jam setelah menyantapnya kepala saya mulai terasa berdenyut-denyut dan muka pun terasa panas. Mata berair dan pandangan juga mulai berkunang-kunang. Tanda-tandanya mirip seperti saat kita hendak terserang flu. Iseng saya pun masuk ke kamar mencari adik saya Wiwin yang saya tahu turut menyantap tumis ikan bersama. Kenapa muka mu merah banget?, tanya adik saya terheran-heran saat melihat saya. Sambil menekan-nekan pelipis yang terasa berdenyut dengan ujung jari saya menatap wajah Wiwin dan hampir shock saat melihatnya. Muka bulat Wiwin tampak merah membara seperti kepiting rebus dan sedikit membengkak. Coba sana lihat kaca, muka mu juga merah dan bengkak, tunjuk saya sambil ketawa ngakak. Kami berdua lantas berdiri di depan kaca dan terkaget-kaget sendiri melihat tampang kami yang terlihat aneh. Kepala ku pusing banget dan muka terasa panas, keluh saya yang diikuti dengan anggukan Wiwin. Aku juga. Kenapa ya?. Berdua akhirnya kami pun mencari Ibu yang ternyata baru saja tergopoh-gopoh pulang dari pasar membawa seplastik besar air kelapa segar. Kita keracunan ikan tongkol! Jerit Ibu saya yang membuat kami berjengit ketakutan.


Apa yang ada dalam benak anda saat mendengar kata keracunan makanan? Well bagi saya kata-kata tersebut cukup mengerikan karena dalam bayangan saya telah tergambar tubuh yang terkapar di ICU, perut yang dipompa dan mulut yang dicekoki dengan minyak goreng untuk merangsang muntah. Lebih mengerikan lagi kalau kemudian semua usaha itu tidak mempan maka nyawa pun bisa melayang. Ibu saya dengan sigap menenangkan kami semua sambil mengedarkan gelas berisi air kelapa, Ayo cepat di minum! Mama tadi juga merasa pusing dan demam tapi setelah minum air kelapa pusing dan panas di muka langsung hilang. Tanpa ba-bi-bu lagi kami pun langsung menegak bergelas-gelas air kelapa dan ajaibnya tidak sampai sepuluh menit semua rasa yang tidak nyaman tadi langsung hilang. Air kelapa memang sungguh obat yang sangat mujarab. Sejak kejadian itu Ibu saya menjadi sangat berhati-hati membeli pindang ikan tongkol di pasar. Beliau tidak akan membeli pindang ikan ketika jumlahnya meluber di pasar karena menurutnya pada saat itu ikan di tangkap dengan menggunakan racun sehingga residu racun masih ada di dalamnya. Ini teori Ibu saya, mungkin benar mungkin juga tidak. ^_^

Kembali ke ikan tongkol panggang yang kali ini saya posting. Karena ikan saya panggang di pan, untuk membuatnya cepat matang maka saya membelah ikan secara membujur menjadi dua bagian yang agak pipih. Ikan yang telah dilumuri dengan jeruk nipis dan garam ini kemudian saya tutup dengan sambal merah dan bungkus dengan daun. Karena tidak memiliki daun pisang, saya pun lantas menggunakan daun lengkuas yang kebetulan pohonnya banyak saya miliki di halaman depan. Ikan yang telah terbungkus kemudian di panggang sebentar di penggorengan datar hingga matang. Sebenarnya ikan panggang sudah sangat lezat disantap begitu saja dengan nasi panas, namun saya masih menambahkan guyuran air asam yang segar. Membuat masakan ini menjadi lebih nendang. 

Nah bagi anda yang sering berselancar di web atau blog Malaysia mungkin sering melihat resep air asam disana. Sambal air asam yang terbuat dari asam Jawa, irisan tomat, rajangan cabai rawit, bawang merah dan sedikit terasi ini memang sedap dan segar untuk menemani segala macam lauk yang dibakar atau dipanggang. Tambahkan irisan jeruk limau atau jeruk nipis untuk membuat air asam menjadi lebih harum dan saya jamin air liur anda akan menetes-netes saat meraciknya. ^_^

Berikut resep dan prosesnya ya! 


Tongkol Panggang dengan Air Asam

- 2 ekor ikan tongkol, berat masing-masing 400 gram + air perasan dari 1 butir jeruk nipis + 1 sendok teh garam

Bumbu ikan panggang, haluskan:

- 10 buah cabai merah keriting
- 5 cabai rawit

- 4 siung bawang putih

- 5 siung bawang merah
- 1/2 sendok makan ketumbar bubuk
- 1/4 sendok teh kunyit bubuk

- 1 sendok teh garam

- 1 sendok makan gula Jawa, sisir halus

Bahan dan bumbu air asam:

- 2 sendok teh garam

- 2 sendok makan gula Jawa, sisir halus
- 2 sendok teh terasi dibakar
- 200 ml air asam jawa pekat
- 200 ml air matang
- 6 buah cabai rawit merah atau hijau
- 2 buah tomat merah, iris tipis 
- 5 siung bawang merah, rajang tipis 
- 1/2  butir jeruk jeruk nipis, rajang tipis 

Cara membuat:



Siapkan mangkuk, masukkan garam, gula merah, terasi bakar dan 2 sendok makan air asam. Dengan menggunakan punggung sendok haluskan terasi dan bahan lainnya hingga larut. Masukkan air asam Jawa, air, aduk rata. Masukkan semua bahan air asam lainnya, aduk rata. Cicipi rasanya. Tambahkan gula atau garam untuk menyeimbangkan rasa. Sisihkan.

Siapkan ikan tongkol, siangi ikan. Saya membuang bagian kepalanya. Belah membujur ikan hingga menjadi dua bagian. Cuci bersih, buang darah yang menggumpal yang terdapat di perut dan di tengah badan ikan. Lumuri ikan dengan air jeruk nipis dan garam. Diamkan selama 10 menit. 

Siapkan mangkuk, masukkan bumbu ikan yang dihaluskan. Aduk rata dan cicipi rasanya. Seimbangkan gula dan garam. Bagi bumbu menjadi 4 porsi.

Siapkan daun pisang (saya menggunakan daun lengkuas), letakkan ikan di tengah daun, lumuri kedua permukaan badan ikan dengan 1 porsi bumbu. Bungkus ikan dengan daun dan semat kedua ujung daun dengan lidi. 

Panggang ikan di permukaan wajan atau penggorengan datar atau bisa juga menggunakan alat pemanggang atau pembakar yang anda miliki di rumah. Panggang hingga satu sisi kecoklatan, balikkan dan panggang sisi lainnya hingga matang. Tidak memerlukan waktu lama untuk memanggang, asalkan permukaan daun telah kecokklatan maka dipastikan ikan telah matang. Angkat. 


Sajikan ikan dengan nasi panas dan air asam. Super yummy!

Source : http://www.justtryandtaste.com/2014/06/tongkol-panggang-dengan-air-asam.html
 
Sponsored Links