Beberapa waktu yang lalu ketika teman saya Ani merayakan ultahnya di kantor, kami cukup surprised kala sepanci besar hidangan daging berkuah mirip sup digotong oleh dua orang office boy masuk ke dalam kantor. Di belakang mereka berdua tampak teman saya ini menenteng se-tas plastik besar lontong dan kerupuk yang terlihat cukup berat. Wajahnya yang memerah dengan nafas yang sedikit ngos-ngosan membuat kami semua tahu perjalanan membawa aneka makanan ini bukan pekerjaan enteng.
Sejujurnya kami telah siap sedia sejak dua hari sebelumnya kala Asep berteriak mengingatkan, Hoi, jangan lupa ya teman-teman, Ani dua hari lagi ulang tahun! Teriakan itu langsung disambut cepat karena radar kami langsung tanggap menangkap makanan gratis yang akan tiba. Bawa makanan yang enak ya, nggak usah repot-repot masuk kalau nggak enak, atau Jangan bawa tumis oncom leunca pakai nasi, mending pulang saja kalau bawa itu. Ani hanya tersenyum-senyum antara stress dan pusing memikirkan menu apa yang akan disajikan. Ketika bolhar terhidang di depan mata dan mulai diserbu maka kami pun bersama-sama mengucapkan, Selamat ultah ya Ni, by the way bolharnya enak bener! Besok ultah lagi ya! ^_^
Menurut Ani, bolhar merupakan hasil eksperimen sang Bunda dan menjadi menu andalan di keluarganya. Nama bolhar merupakan pemberian sang Ayah dari singkatan kata bahasa Jawa 'ngebul di dahar' yang artinya panas-panas disantap. Memang masakan ini sangat mantap jika dinikmati kala masih dalam kondisi panas bersama potongan lontong atau nasi. Hidangan berkuah yang terbuat dari daging sapi atau kambing ini dimasak dengan bumbu yang super simple dan terasa asam-asam segar. Mungkin mirip dengan asem-asem daging sapi, bedanya selain bumbu yang lebih sederhana, rasa asam di bolhar juga berasal dari tomat merah yang banyak dimasukkan, menciptakan kuah bolhar yang sedikit kental. Semua bumbu cukup diiris tipis, ditumis dan direbus bersama potongan daging sapi. Paling pas sebenarnya menyantapnya dengan lontong atau ketupat plus bersama kerupuk bawang, kali ini saya menyantapnya dengan nasi putih dan percayalah rasanya tetap lezat.
Karena bumbu yang sederhana maka Ibu-nya Ani menumis bumbu dengan menggunakan minyak samin untuk menguatkan rasa. Minyak ini bentuknya seperti margarine berwarna kekuningan dengan bau yang lebih keras, biasanya digunakan sebagai penambah rasa saat menyantap soto Betawi. Nah weekend lalu, hasil kunjungan saya ke pasar Blok A menghasilkan 1 ons minyak samin yang bisa dibeli eceran dan dibungkus di dalam kantung plastik, harganya cukup terjangkau hanya lima ribu rupiah. Sayangnya saat proses memasak tiba di dapur saya terlupa menggunakannya, benda itu masih terbungkus rapi di dalam tas belanja hingga proses memasak usai. Tapi walaupun tanpa minyak samin, bolhar yang saya buat tidak kalah rasanya dengan yang disajikan Ani di acara ulang tahunnya, dan yang penting kali ini saya bisa menikmatinya sebanyak-banyaknya tanpa harus berebut dengan puluhan pesaing lainnya.
Walau Ani tidak bersedia memberikan deskripsi jelas resep aslinya - sepertinya itu menjadi rahasia keluarga - namun satu dua bumbu dan bahan meluncur juga dari mulutnya membuat saya bisa mereka-reka resep dasarnya. Resep aslinya tidak menggunakan cabai hijau, jadi anda bisa skip atau saya kembalikan ke selera anda masing-masing. Jika versi ini kurang pedas maka sebagian cabai rawit sebaiknya anda rajang tipis, walau sebenarnya dengan membiarkannya utuh seperti ini membuat siapapun termasuk si tidak doyan pedas bisa menyantapnya. Saya sendiri lebih suka menggerus cabai rawit utuh di piring kala menyantapnya dan dalam sekejap kuah pun menjadi terasa lebih pedas. Selebihnya tidak ada yang sulit membuat makanan ini asalkan anda sabar merebus daging sapi hingga menjadi benar-benar empuk.
Yuk kita coba resepnya dan santap di suhu dingin berhujan saat seperti ini. Mantap!
Bolhar a la Ani
Resep diadaptasikan dari resep keluarga Tri Handayani
Bumbu:Â
- 1 buah bawang bombay, rajang kasar
- 5 siung bawang merah, iris tipis
- 6 siung bawang putih, iris tipis
- 2 ruas jari jahe, iris tipis
- 4 buah tomat merah, rajang kasar
- 3 batang daun bawang, rajang halus
- 20 butir cabai rawit merah, biarkan utuh
- 4 buah cabai besar hijau, iris serong tebal
- 1/2 sendok makan garam
- 2 sendok makan gula pasir
- 1 sendok teh kaldu bubuk
- 1 1/2 sendok teh merica bubuk
- 1 buah jeruk nipisÂ
- 2 liter air untuk merebus
- 2 sendok makan minyak goreng untuk menumis
Pelengkap (optional):
- lontong atau nasi
- kerupuk bawang
- bawang merah goreng
- daun bawang dan seledri Â
Siapkan wajan atau panci anti lengket, panaskan 2 sendok makan minyak samin atau margarine atau minyak goreng biasa. Masukkan potongan daging sapi, aduk dan tumis hingga permukaan daging berubah warna menjadi kecoklatan.Â
Tambahkan bawang bombay, bawang merah, bawang putih dan jahe, aduk dan tumis hingga hingga harum dan bawang menjadi berubah warna menjadi karamel.
Tambahkan 2 liter air panas, rebus daging hingga empuk. Jika air berkurang sementara daging belum empuk, tambahkan air kembali dan rebus hingga daging benar-benar lunak. Usahakan untuk mempertahankan kuah sebanyak 1 1/2 liter.
Tambahkan tomat, cabai rawit merah, daun bawang, dan cabai hijau. Masak hingga tomat empuk dan semua bahan matang. Masukkan merica, gula, kaldu bubuk, garam dan air jeruk nipis, aduk rata. Cicipi rasanya, tambahkan garam jika kurang asin.Â
Angkat dan sajikan panas-panas dengan lontong atau nasi hangat dengan taburan bawang merah goreng dan rajangan daun bawang. Super yummy!
Source : http://www.justtryandtaste.com/2014/02/bolhar-ngebul-di-dahar.html