-->

Sabtu, 27 Juni 2015


Donat kampung yang padat namun empuk seperti bantal selalu membuat saya bernostalgia tentang masa kecil. Dulu waktu saya masih tinggal di Paron dan duduk di bangku Sekolah Dasar,  kami memiliki tetangga yang luar biasa baik hati. Hampir setiap minggu sepiring donat hangat yang baru saja keluar dari penggorengan dengan taburan gula halus di permukaanya akan diantarkan ke rumah. Saat itu kondisi perekonomian orang tua saya cukup memprihatinkan dengan empat orang anak kecil yang memiliki nafsu makan seperti raksasa, membuat Ibu saya benar-benar harus mengatur keuangan dengan sangat ketat. Jajan makanan di luar merupakan kemewahan dan tidak pernah kami lakukan bahkan walau hanya untuk sepotong pisang goreng yang dijual di warung kopi di sebelah rumah. 

Menyantap donat hangat tidak pernah muncul di dalam benak kami hingga tiba-tiba di satu sore yang mendung salah satu anak gadis tetangga sebelah mengetuk pintu rumah dan mengulurkan sepiring makanan sedap ini. Saat malaikat pengantar donat ini berlalu, keempat tangan mungil kami langsung menyerbu dengan rakusnya. Bagi saya saat itu, donat merupakan makanan terlezat yang pernah saya santap. Sejak itu setiap minggu kami pun menunggu dengan penuh harap si tetangga yang baik hati keluar dari rumahnya sambil membawa sepiring donat hangat. Dan ketika hal itu terjadi,  kami tahu dengan pasti donat-donat yang menggiurkan itu akan diantarkan 'hanya' untuk kami!  ^_^


Seperti yang pernah saya ceritakan di postingan sebelumnya, membuat aneka makanan dan kue bukan merupakan keahlian Ibu saya. Tidak heran tak satupun dari kami, anak-anaknya yang memiliki kemampuan membuat camilan. Kondisi ini terasa beratnya ketika salah satu mata pelajaran di sekolah yaitu Ketrampilan jatuh pada sesi Masak Memasak. Biasanya Ibu Guru akan meminta murid-murid untuk berkelompok 3 atau 4 orang dalam satu kelompok untuk menyajikan satu hidangan sederhana. Semua anak selalu ingin praktek membuat kue dan kue merupakan kelemahan Ibu saya sehingga tidak ada ide resep yang bisa beliau sumbangkan untuk dipraktekkan. Alhasil saya selalu kesulitan mencari teman dalam kelompok. Rata-rata mereka akan memilih kelompok yang Ibu-nya sudah terkenal jago membuat makanan. 

Nah satu ide resep Ibu yang pernah saya buat demi mendapatkan nilai mata pelajaran Ketrampilan yang pas-pasan adalah pastel basah, alias pastel isi sayuran. Alasannya pastel bukan makanan umum di kampung saat itu dan karena isi pastel bisa dibuat di rumah oleh Ibu. Jadi yang kami lakukan di sekolah hanyalah membuat adonan kulit pastelnya. Simple! Tidak ada komposisi bahan disana, tidak ada acara timbang menimbang selayaknya semua resep yang saya sajikan di JTT. Tidak ada resep! Yang ada hanyalah feeling. Kira-kira Nduk,  tepung terigu segini, plus air segitu. Kasih sedikit minyak terus uleni sampai tidak lengket lagi. Itu instruksi Ibu saat saya hendak berangkat ke sekolah sambil membawa wajan dan bahan kue. Tapi seberapa banyak tepung segini dan air segitu? Tidak pasti, tergantung kondisi saat itu. Jadi ketika dipraktekkan di sekolah, air dalam porsi yang luar biasa banyaknya dimasukkan ke dalam tepung membuat adonan menjadi mirip seperti kubangan kerbau, sehingga ekstra tepung harus dimasukkan. Ketika adonan menjadi super keras maka air pun ditambahkan. Berulang kali itu dilakukan sehingga tak terasa saat waktu ujian memasak hampir usai kami belum berhasil membuat sepotong pastel namun sukses menghasilkan segunung adonan pucat! Keringat sebesar biji kedelai berleleran membasahi dahi dan leher, sementara tangan kecil kami (biasanya 4 tangan masuk sekaligus menguleni adonan) telah terasa pegal. Saat itu dengan jantung berdegup tak karuan dan mata yang berkunang-kunang saya berpikir, Tuhan membuat pastel memang susah dan menguras tenaga! 


Sudah pasti pastel basah abal-abal yang kami buat gagal, kulitnya luar biasa keras dan adonan yang sudah diisi enggan menutup sempurna sehingga ketika digoreng bocor di sana sini. Dari segunung adonan hanya sekitar 3 pastel yang memiliki tampilan cukup 'layak' untuk mendarat di meja Ibu Guru agar bisa dinilai. Saat itu saya bermimpi seandainya kami bisa membuat donat empuk super hangat seperti yang diantarkan oleh si gadis tetangga pasti seisi kelas akan ber uh dan ah takjub melihatnya. 

Wokeh saya hentikan segambreng cerita nostalgia suka duka yang mungkin tak akan ada habisnya jika dituliskan disini, saya yakin anda pun memiliki banyak cerita tempo dulu yang tak kalah serunya. Kembali ke donat kampung yang saya coba dua minggu yang lalu kala saya bekunjung ke rumah adik saya, Wiwin. Untuk membuatnya saya menggunakan mixer heavy duty milik Wiwin, namun menguleninya secara manual dengan tangan bisa juga anda lakukan. Tekstur adonan lembek dan jika anda sulit untuk menguleninya maka tambahkan tepung terigu sedikit demi sedikit dan pastikan tangan anda terlumuri tepung. Agar donat terasa padat namun lembut dan tidak mudah menjadi keras saat dingin maka saya menambahkan kentang yang saya haluskan dengan blender dan sedikit baking powder agar mampu mekar dengan maksimal. Wiwin yang iseng memasukkan donat-donat ini ke dalam kotak bekas donat J'Co sukses mengecoh putra sulungnya yang mengira donat ini J'Co sesungguhnya. 

Berminat untuk mencobanya? Berikut resep dan proses pembuatannya ya.

- 350 gram tepung terigu serba guna, tambahkan jika adonan masih lembek 
- 1/2 sendok teh garam 
- 1 sendok teh ragi instan  (misal merk Mauripan atau Fermipan)

- 2 sendok makan gula pasir

- 2 sendok  makan susu bubuk
- 1 sendok teh baking powder double acting

- 2 butir kentang seberat 200 gram, kukus atau rebus hingga lunak. Haluskan kentang dengan blender
- 1 butir kuning telur

- 1 butir telur

- 2 sendok makan margarine

- 50 ml susu cair hangat

Pelengkap:
- gula bubuk untuk taburan  


Cara membuat:

Siapkan mangkuk mikser, masukkan tepung dan garam, proses dengan kecepatan rendah selama 2 detik. Matikan miker dan masukkan ragi instan, baking powder, gula pasir dan susu bubuk. Proses selama 2 - 3 detik. Matikan mikser dan masukkan semua bahan lainnya.

Proses dengan kecepatan rendah hingga bahan tercampur kemudian naikkan menjadi kecepatan sedang dan proses selama 10 menit hingga adonan tidak lengket lagi di mangkuk mikser. Matikan alat. 

Jika anda menguleni menggunakan tangan, maka siapkan tepung di mangkuk, tambahkan garam, aduk rata dengan spatula. Masukkan ragi instan, gula pasir, baking powder, susu bubuk, aduk rata. Tambahkan sisa bahan lainnya, aduk hingga menjadi adonan basah yang kasar kemudian tuangkan adonan di permukaan meja yang telah ditaburi tepung. Uleni adonan hingga kalis, tandanya adonan menjadi elastis, tidak lengket di tangan dan terasa halus dan lembut. 
 


Keluarkan adonan dari mangkuk, bulatkan adonan dan letakkan adonan di dalam mangkuk yang sudah diolesi dengan minyak. Tutup mangkuk dengan kain bersih dan diamkan selama monimal 1 jam atau hingga adonan menjadi mengembang minimal 2 kali lipat. 

Keluarkan adonan dari mangkuk, bentuk seperti batang panjang dan bagi menjadi 12 bagian yang sama besarnya. Bulatkan satu potong adonan dengan cara menggelindingkannya di atas permukaan meja.


Letakkan sepotong adonan di meja, tangkupkan jemari tangan anda di sekeliling adonan dan lakukan gerakan memutar. Lambat laun adonan akan berbentuk bulat dengan permukaan yang mulus.  

Tata adonan di sebuah wadah datar yang telah ditaburi tepung pada permukaannya. Tutup dengan kain bersih dan diamkan hingga mengembang, sekitar 15 - 20 menit. 



Siapkan wajan cekung, masukkan minyak agak banyak dan panaskan. Goreng donat hingga satu sisinya kuning kecoklatan, balikkan dan goreng sisi lainnya. Angkat dan tiriskan. Lakukan pada semua adonan hingga habis. 

Taburkan gula bubuk pada permukaannya pada saat akan disantap. Yummy!


Source : http://www.justtryandtaste.com/2014/05/donat-kampung_5445.html
 
Sponsored Links